Tolong Jangan Sibuk Sendiri, Malu Sama Kucing!



Mereka seperti gerilya kota yang tidak kenal kata kalah, dan tidak pernah menyerah. Jika hukum tidak adil mempertimbangkan hidup mereka, dan suara protes tidak didengar, satu yang bisa dilakukan: menyiasati sehingga aturan dan hukum tumpul pada akhirnya. Dan negara seperti tidak ada bagi mereka.1


Apa kabar, Indonesia? Apa kabar, tanah air tercinta? Apa kabar, bhineka tunggal ika? Apa kabar?

Kami dengar, ada yang bertengkar. Benarkah?

Duhai, negeriku sayang, belum terlalu sepuhkah usia untuk sifat kekanakan itu? Lupakah dengan mereka yang tak lagi punya atap untuk melindungi diri dari sengat mentari? Yang hak hidupnya terancam sebab bentrok dengan satpol PP tempo hari? Kalah dengan kilah andalan, “hanya menjalankan tugas” dalam pesta peluluhlantakkan permukiman. Tanpa toleransi memporakporandakan hunian dan barang milik, bahkan membakar, dan menyebabkan korban luka atau mati tanpa sanksi hukum apapun.2

mereka akan tinggal di mana?

mereka akan makan apa?


Wahai, negeriku malang, bangunlah. Buka matamu. Lihat aku, mereka. Lihat kami!

Tolong, jangan sibuk sendiri. Malu sama kucing.








__________________
1 Wardah Hafidz, Surat dari dan untuk Pemimpin, (Jakarta, Tempo Institute, 2013), hal. 25 para. 4
2 Ibid, hal. 25 para. 2

0 semangat:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About